Minggu, 30 Agustus 2009

Selamat Pagi Ambon
Pahlawan atau Pemimpinkah ?

Ada pendapat, orang baik itu mestinya banyak bersabar, orang cerdas itu perlu banyak berpikir dan orang bijak itu harusnya lebih banyak memahami dan mengerti. Dengan bersabar orang akn mampu menahan diri, tak gampang putus asa atau grasa- grusu, tak berhenti di tengah jalan sebelum niatnya tercapai.

Sedangkan dengan berpikir kita akan terbebas dari tindakan salah dan menemukan kemantapan dalam mengambil keputusan dan lalu bertindak secara pas. Bijak berarti bersikap lebih mengerti dan memahami. Karena memahami terjadi sesudah mengenal, mengetahui dan itu kunci dari sebuah tindakan yang harmoni.

Saya hanya sekadar mengingatkan, pasalnya, kini sebagai seorang yang baru di rumah orang lain, Brigjen (Pol) Edi Darnadi, mestinya, lebih mengamati, dengan berpikir, bersabar, dan memahami sebelum mengambil langkah yang harus di tempuh Sang Brigjen.

Meski kini dia mulai bergerak menorah simpati di kedua sisi. Namun tentu saja dengan posisi tanpa beban dan lalu tak jadi subordinan. Dia mulai bergerak pelan-pelan namun pasti dan penuh simpati.

Meski selalu sang brigjen harus terus waspada, selalu ada belati di belakang punggung yang siaga menusuk. Sebab niat baik seseorang belum tentu di terima baik pula. Entah Edi akan memilih menjadi apa, seorang pahlawan atau pemimpin. ‘’ Saya datang ke sini, bukan untuk mendamaikan, saya datang untuk menegakkan hukum,’’ tegas Edi.

Well, tentu semua orang, utamanya mereka the audacity of desperate ( orang-orang nekad yang putus asa) di tanah ini sedikit bisa berlega (atau kian ketakutan). Sebab sejak datangnya Edi, semua orang berharap banyak, bahwa penegakan hukum di tanah rusuh ini bisa segera berjalan.

Tapi mampukah Edi melonggarkan dada orang-orang nekad yang putus asa ini? Sebab entah di sadari atau tidak, ada bedanya menjadi seorang pemimpin dan seorang pahlawan. Seorang pahlawan, berbuat apapun selalu karena kepentingan bersama, tak berpamrih apapun kecuali pahala.

Seorang pahlawan, ia sadar betul, kursi, pangkat, popularitas, fasilitas, harta, nama besar dan sebagainya tak ada apa-apanya di banding dengan pahala. Dan ia tahu betul seorang pemimpin sebenarnya, hanya butuh wibawa untuk membuat orang patuh.

Wibawa bisa di bangun dengan kekerasan dan kelembutan, kengototan atau kelenturan, kekayaan, kepandaian dan kedudukan, tinggal apa mau sang pemimpin, menghendaki kepatuhan tulus atau loyalitas semu. Menghendaki kebenaran sebenarnya atau kesemuan.

Di sanalah Edi harus memilih dan tak lalu terjebak, pada arus politisasi dan kepentingan mereka yang berpoteng pahlawan, padahal hanya seseorang yang maruk untuk jadi pemimpin.

Rubrik Selamat Pagi Ambon
Harian Ambon Ekspres no 105/ tahun kedua/ Jumat, 1 Juni 2001

Tidak ada komentar: