Rabu, 23 September 2009


SELAMAT PAGI AMBON
REMOTE KONTROL

‘’Lebih 90 persen dari kami adalah kelompok tertentu, berasal dari Manado, Batak, Flores, dan Ambon. Mereka yang terbanyak dalam Yonif Gabungan ini, ‘’ jelas seorang anggota Yongab kepada saya saat melintas di Batumerah pada malam setelah penyisiran lascar jihad yang menewaskan 24 orang di kawasan Kebun Cengkeh.

Saya menatap lekat tepat di manik mata lelaki berseragam TNI yang dipandang sebelah mata oleh komunitas muslim ini. Saya menatapnya dalam-dalam, mata itu begitu lelah sekaligus memelas. Jauh dari kesan brutal dan sadis yang selama melekat pada diri mereka.

Setengah berbisik dia berkata, ‘’ kemarin itu warga yang tewas lebih dari 30 an orang, kami hanya menjalankan tugas, harus mengikuti perintah, kami ibarat robot yang di remote control,’’ ungkapnya.

Saya ada di sana saat peristiwa mengenaskan itu terjadi, dalam proses penyisiran yang mereka bilang sesuai prosedur itu, ternyata tidak sesuai prosedur, mereka menangkap lebih dari 20 anggota lascar jihad yang kebanyakan adalah dokter dan paramedic di klinik yang dibangun untuk warga, karena kondisi konflik menyulitkan warga yang sakit untuk berobat ke rumah sakit.

Saat penangkapan itulah mendapat perlawanan warga, mereka menolak para pekerja medis ini dibawa, namun dengan beringas aparat Yongab ini menghujami warga dengan tembakan padahal tak satupun warga yang melawan dengan senjata.

Namun karena di hujani dengan tembakan, warga yang bersenjata pun tak tinggal diam, mereka membalas. Terjadi aksi baku tembak. Akibatnya 19 anggota Laskar Jihad dan selebihnya warga sipil tewas mungkin lebih dari 30an orang, seperti pengakuannya barusan. Tragedy Mei 2001, yang melibatkan Yongab.

Benarkah mereka hanya mendapat perintah, bukan karena dendam kepada komandan mereka, seringkali kita dengar, kesejahteraan mereka yang tak diperhatikan, atau kejenuhan karena bertugas jauh dari keluarga atau lelah terus menerus menjadi, ‘’robot’’, dan lalu semua terjadi.

Ada pelampiasan, berjatuahnlah korban, saban kali punya kesempatan menyalakkan senjata. Atau bisa jadi mereka kembali menjadi alat kosnpirasi agama dan politik di Maluku, entahlah.

Yang jelas, nyawa-nyawa itu tak lagi punya harga, dengan terlatih mereka menjadi robot yang siap-siap di remote control oleh sang pengendali. Lalu yang lebih tak manusiawi itu siapa ? well, semua orang tahu jawabnya, sang Panglima bahkan pernah bertanya pada saya saat jumpa pers berlangsung di Makodam 16 Pattimura sehari setelah insiden itu, ketika saya mempersoalkan kesalahan prosedur Yongab, ‘’Kamu tidak ikut diperkosa?’’ dan saya merasa sangat dilecehkan dengan pertanyaannya itu.

Hasilnya, sebulan kemudian Brigjen I Made Yasa, sang Panglima di tarik ke mabes dan menghilang dari peredaran.

Ambon Ekspres, no 116/ tahun kedua / senin, 18 Juni 2001

Tidak ada komentar: